Minggu, 09 Oktober 2016

Rangkuman Materi LOGIKA ALEX LANUR OFM OFM SELAYANG PANDANG Bab 4-9


Rangkuman materi logika bab 4-9
Bab IV
KEPUTUSAN
1.       Pengertian adalah bagian dari keputusan.
Baru dalam keputusan kita mengambil sikap terhadap kenyataan. Sikap itu nampak dalam kegiatan mengakui atau memisahkan keputusan yang satu dengan yang lainnya.
Tetapi apakah keputusan itu sebenarnya ? keputusan adalah suatu perbuatan tertentu dari manusia. Dalam dan dengan perbuatan itu dia mengakui atau memungkiri kesatuan atau hubungan antara dua hal. Juga dapat di katakan : keputusan adalah suatu kegiatan manusia yang tertentu. Dengan kegiatan itu ia mempersatukan karena mengakui dan memisahkan karena memungkiri sesuatu.
Dalam definisi ini terkandung beberapa unsur yang perlu dijelaskan sedikit.
o   ’ Perbuatan manusia ’. sebenarnya seluruh diri manusialah yang bekerja dengan akal budinya. Secara formal keputusan yang diambil merupakan perbuatan akal budinya.
o   ‘ Mengakui atau memungkiri’. Inilah yang merupakan inti suatu keputusan.
o   ‘Kesatuan antara dua hal’. Hal yang satu adalah subyek, dan hal yang lain adalah predikat. Keduanya dipersatukan, dihubungkan atau dipisahkan dalam keputusan. Keadaan itu dapat dapat diberi bagan sebagai berikut:
Subyek (S) = predikat (P)
Subyek (S) ≠  predikat (P)
1.1.  Sudah dikatakan bahwa kata merupakan pernyataan lahiriahdari pengertian. Keputusan juga mempunyai penampakan lahirnya. Penampakan lahirnya adalah kalimat. Dan kalimat (biasanya kalimat sempurna atau lengkap) adalah satuan, kumpulan kata yang terkecil, yang mengandung pikiran yang lengkap. Keputusan khususnya dilahirkan dalam kalimat berita.

1.2.  Maka dikatakan bahwa keputusan ( kalimat ) adalah satu-satunya ucapaanya yang ‘benar’ atau ‘tidak benar’. Artinya, keputusan (kalimat) selalu mengakui atau memungkiri kenyataan. Pengetian (kata) belum (tidak) menyatakan sesuatu tentang kenyataan. Baru menjadi benar ata tidak benar, apabila keputusan (kata) itu dihubungkan satu sama lain. Artinya, baru dapat menjadi benar, apabila dipersatukan atau dipisahkan satu sama lain. Karena itu keputusan (kalimat) adalah benar, apabila apa yang diakui atau dimungkiri itu dalam kenyataannya juga memang demikian. Sebaliknya, keputusan ( kalimat) tidak benar, apabila aapa yang diakui atau dimungkiri itu sungguh bertentangan dengan kenyataan. Karena itu juga hanya keputusan (kalimat) lah salaah satunya ucapan yang dapat dibenarkan, dibuktikan, dibantah, disangsikan, dan sebagainya.

2.       Unsur – Unsur keputusan
2.1. Dapat disimpulkan bahwa keputusan mengandung tiga unsur. Unsur-Unsur itu ialah :
1.       Subyek (sesuatu yang diberi keterangan);
2.       Predikat ( sesuatu yang menerangkan tentang tentang subyek);
3.       Kata penghubung ( pernyataan yang mengakui atau memungkiri hubungan antara subyek dan predikat).
Dari ketiga unsur itu,kata penghubunglah yang terpenting. Subyek dan predikat merupakan materi keputusan. Sedangkan kata penghubung merupakan bentuk, froma-nya. Kata ini memberikan corak atau waarna yang harus ada dalam suatu keputusan.

2.2.  Namun perlu dicatat :
1.       Keputusan ( kalimat ) sering tidak nampak dalam susunan yang sederhana ini . karena untuk mempermudah analisa logika, sering kali perlulah keputusan-keputusan (kalimat-kalimat ) tersebut di jabarkan menjadi keputusan-keputusan dengan bentuk pokok subyek (S) = predikat (P) atau subyek (S) ≠ predikat (P). Menjabarkan berarti: merumuskan suatu kalimat sedemikian rupa sehingga term subyek, predikat dan kata penghubung menjadi kentara dengan jelas. Perumusan ini memudahkan orang untuk menangkap inti suatu kalimat . Misalnya, ‘Dia telah mencuri buah-buahan itu’ menjadi ‘ Dia adalah orang yang mencuri buah-buahan itu’.
2.       Term subyek sering juga disebut sebagai subyek logis. Subyek logis itu tidak selalu sama dengan subyek kalimat menurut tata bahasa.
3.       Untuk menemuka term predikat (prdikat logis). Perlu lah di perhatikan apakah yang sesungguhnya hendak diberitahukan dalam suatu kalimat. Dengan kata lain, apakah pokok berita yang mau disampaikan dalam kalimat itu. Misalnya:
Dialah yang mencuri buah-buahan itu (S) adalah dia (P)  kenikmatanlah yang dikejar orang
        Yang dikejar orang (S) ialah kenikmatan (P)
4.       Akhirnya, suatu keputusan disebut negatif, apabila kata penghubungnya negatif dan tidak lain daripada itu.
Misalnya: orang yang tidak datang akan dihukum. Kata ‘tidak’ dalam ungkapan ‘tidak datang’ tidak mempengaruhi kata penghubung. Kalimat ini adalah positif atau afirmatif dan bukan negatif.

3.       Macam – macam keputusan
3.1. Berdasarkan sifat pengakuan dan pemungkiran dapat dibedakan menjadi:
1.       Keputusan Kategoris . Dalam keputusan ini predikat (P) menerangkan subyek (S) tanpa syarat. Keputusan ini masih dapat di perinci lagi menjadi
-        Keputusan kategoris tunggal ( yang memuat hanya satu subyek (S) dan satu predikat (P) saja )
-        Keputusan kategoris majemuk ( yang memuat lebih dari satu subyek (S) atau predikat (P) . keputusan ini nampak dalam susunan kata seperti: dan ...... dan; di mana ..........., di sana dan sebagainya
-        Termasuk kedalam keputusan kategoris ialah susunan kata yang menyatakan modalitas, seperti : tentu, niscaya, mungkin, tidak tentu, tidak niscaya, tidak mungkin, pasti, mustahil dan sebagainya .
2.       Keputusan Hipotesis. Dalam keputusan ini predikat (P) menerangkan subyek (S) dengan suatu syarat, tidak secara mutlak. Keputusan in masih dapat  dibedakan menjadi:
-        Keputusan (hipotesis) konditional. Biasanya ditandai dengan: Jika...., maka....
-        Keputusan (hipotesis) disyungtif. Biasanya ditandai dengan: Atau.... atau..... Keputusan ini masih dapat dibedakan lagi menjadi:
-          Keputusan (hipotesis) disyungtif dalam arti yang sempit (tidak ada kemungkinan yang lain lagi).
-          Keputusan (hipotesis) disyungtif dalam arti yang luas (masih ada kemungkinan yang lain lagi).
-        Keputusan (hipotesis) konyungtif. Biasanya ditandai dengan: Tidak sekaligus.... dan.....
3.2.  Untuk sementara pembicaraan dibatasi khususnya pada keputusan kategoris (tunggal) saja dulu. Keputusan itu pada gilirannya dapat dibagi sebagai berikut:
1.       Berdasarkan materinya dapat dibedakan menjadi:
-        Keputusan analitis dan keputusan sintetis.
Yang dimaksudkan dengan keputusan analitis ialah keputusan dimana predikat menyebutkan sifat hakiki, yang pasti terdapat dalam subyek.
Dan yang dimaksud dengan keputusan sintetis ialah keputusan dimana predikat menyebuatkan sifat yang tidak hakiki, tidak niscaya yang terdapat pada subyek, tetapi dapat dikaitkan dengan subyek itu.
2.       Berdasarkan bentuknya dapat dibedakan menjadi:
-        Keputusan positif(afirmatif) dan negatif. Pembedaan ini didasarkan atas kualitas kata penghubung.
Yang dimaksudkan dengan keputusan positif(afirmatif) ialah keputusan dimana predikat dipersatukan dengan subyek oleh kata penghubung. Subyek menjadi satu atau sama dengan predikat. Seluruh isi predikat diterapkan pada subyek. Seluruh luas subyek dimasukan ke dalam luas predikat.
Dan yang dimaksudkan dengan keputusan negatif ialah keputusan dimana subyek dan predikat dinyatakan sebagai tidak sama. Mungkin dalam banyak hal subyek dan predikat sama. Tetapi dalam satu hal keduanya tidak sama, berlainan.
3.       Berdasarkan luasnya(artinya: menurut luas subyek), dapat dibedakan menjadi:
-        Keputusan universal, partikular dan singular.
Keputusan universal adalah keputusan dimana predikat menerangkan(mengakui atau memungkiri) seluruh luas subyek.
Keputusan partikular adalah keputusan dimana predikat menerangkan(mengakui atau memungkiri) bagian dari seluruh luas subyek.
Keputusan singular adalah keputusan dimana predikat menerangkan(mengakui atau memungkiri) satu barang(subyek) yang ditunjukan dengan tegas.
Namun perlu dicatat bahwa keputusan ’universal’ tidak sama saja dengan keputusan ‘umum’. Dalam keputusan ‘umum’ dikatakan sesuatu yang pada benar, tetapi selalu mungkin ada kecualiannya. Keputusan ‘umum’ termasuk keputusan ‘partikular’. Padahal dalam keputusan ‘unuversal’ dikatakan sesuatu tentang seluruh luasnya, tanpa ada yang dikecualikan.
4.       Keputusan A, E, I, O
Dilihat dari sudut  bentuk dan luasnya, keputusan masih dapat dibedakan menjadi:
-        Keputusan A      : keputusan afirmatif (positif) dan universal (singular).
-        Keputusan E       : keputusan negatif dan universal (singular).
-        Keputusan I        : keputusan afirmatif (positif) dan partikular.
-        Keputusan O      : keputusan negatif dan partikular.
5.       Lukas predikat
5.1. Keputusan disebut universal, partikular, dan singular, apabila luas subyeknya universal, partikular dan singular. Disamping luas subyek, perlulah juga diperhatikan luas predikat. Ada ketentuan yang menyangkut luas predikat ini.
-        Dalam keputusan afirmatif, seluruh isi predikat diterapkan pada isi subyek atau dipersatukan dengan isi subyek itu. Seluruh luas subyek dimasukan dalam luas predikat.
-        Dalam keputusan negatif, isi predikat(dalam arti: tidak semua unsurnya) tidak diterapkan pada subyek atau dipersatukan dengan subyek itu. Seluruh luas subyek tidak dimasukan dalam luas predikat.
5.2. Dalam hubungan ini dapatlah disajikan hukum untuk luas predikat itu.
-        Predikat adalah singular, jika dengan tegas menunjukkan satu individu, barang atau golongan yang tertentu.
-        Dalam keputusan afrimatif, predikat partikular (kecuali kalau ternyata singular). Hal ini juga berlaku untuk keputusan afirmatif – partikular.
-        Dalam keputusan negatif, predikat universal (kecuali kalau ternyata singular). Subyek dipisahkan dari predikat dan sebaliknya. Hal yang sama juga berlaku unuk keputusan negatif-partikular.

Bab V
Rangkuman Materi BAB V
PEMBALIKAN dan PERLAWANAN
1.       Pembalikan
Membalikan adalah mengganti subjek dan predikat, sehingga yang dulunya subjek, sekrang menjadi predikat, dan yang dulunya predikat menjadi subjek, tanpa mengurangi kebenaran keputusan itu.
1.1   Macam macam pembalikan
-          Pembalikan seluruhnya
Pembalikan seluruhnya adalah pembalikan dimana luasnya tetap sama. Pembalikan ini terjadi pada keputusan E yang menjadi keputusan E dan keputusan I yang menjadi keputusan.

-          Pembalikan sebagiannya

Pembalikan sebagiannya adalah pembalikan dari keputusan universal menjadi keputusan partikular. Pembalikan ini terjadi pada keputusan A yang menjadi keputusan I dan keputusan E yang menjadi keputusan O

1.2   Hukum- hukum pembalik
1.       Keputusan A hanya boleh dibalik menjadi keputusan I. Sebab dalm keputusan afirmatif, predikat partikular sedangkat subjek universal. Misalnya: ‘Semua kera adalah binatang’ hanya bisa dibalik menjadi ‘Beberapa binatang adalah kera’, dan bukan ‘Semua binatang adalah kera’.
2.       Keputusan E selalu boleh dibalik
Sebab, dalam keputusan negatif seluruh luas subjek tidak dimasukan dalam luas predikat. Karena itu, keputusan E bisa dibalik menjadi keputusan E, tetapi juga menjadi keputusan O.
Misalnya: ‘Semua ayam bukan tikus’ bisa dibalik menjadi ‘Semua tikus bukan ayam’ atau ‘Beberapa tikus bukan ayam’.
3.       Keputusan I hanya dapat dibalik menjadi I keputusan lagi
Misalnya: ‘Beberapa orang itu sakit’ dapat dibalik lagi menjadi ‘Beberapa yang sakit itu orang’
4.       Keputusan O tidak dapat dibalik
Misalnya: ‘Ada manusia yang bukan dokter’ tidak dapat dibalik menjadi ‘Ada dokter yang bukan manusia’
2.       Perlawanan
Keputusan yang berlawananadalah keputusan yang tidak dapat sama-sama benar, atau tidak dapat sama sama salah, atau tidak dapat sama sama benar atau asalah. Perlawanan itu ada hanya kalau keputusan itu mengenai hal yang sama, tetapi berlawanan isinya.

2.1   Kalau dibandingkan satu sama lain , nampaklah bahwa keputusan- keputusan berlawanan
1.       Menurut bentuknya. Perlawanan ini disebut perlawanan  ‘kontraris’ dan ‘subkontraris’ (A – I ; E – O).
2.       Menurut luasnya, perlawanan ini disebut perlawanan ‘subaltern’ (A – I; E – O)
3.       Baik menurut bentuk maupun luasnya. Perlawanan ini disebut perlawanan ‘kontradiktoris’ (A – O : E – I )

2.2   Sekarang perlawanan itu dilihat satu persatu, beserta hukumnya.
1.       Perlawanan kontradiktoris ( A – O ; E – I)
A.      Jika yang satu benar, yang lain tentu salah;
B.      Jika yang satu salah, yang lain tentu benar
C.      Tidak ada kemungkinan yang ketiga
2.       Perlawanan kontraris (A – E)
A.      Jika yang satu benar, yang lain tentu salah;
B.      Jika yang satu salah, yang lain dapat benar, tetapi juga dapat salah;
C.      Ada kemungkinan yang ketiga yakni keduanya sama- sama salah.
3.       Perlawanan subkontraris (I – O)
A.      Jika yang satu salah, yang lain tentu benar;
B.      Jika yang satu benar, yang lain dapat salah tetapi juga dapat benar;
C.      Ada kemungkinan yang ketiga yakni tidak dapat keduanya sama- sama salah. Keduanya dapat sama sama benar.
4.       Perlawanan subaltern ( A – I ; E – O )
A.      Jika yang universal benar, yang partikular juga benar;
B.      Jika yang universal salah, yang pertikular dapat benar, tetapi juga dapat salah;
C.      Jika yang partikular benar, yang universal dapat salah, tetapi juga dapat benar;
D.      Jika yang partikular salah, yang universal juga salah;
E.       Singkatnya: kedua- duanya dapat benar, tetapi kedua duanya juga dapat salah; mungkin pula yang satu benar, dan yang lain salah.
Bab VI
BAB 6. PENYIMPULAN
Penyimpulan  
è  Suatu kegiatan manusia yang tertentu.
è Disebut kegiatan karena mencakup seluruh diri manusia.
è Dari kegiatan bergerak (berkembang) menuju pengetahuan baru, dari pengetahuan yang telah dimiliki (menunjukkan dorongan untuk maju) dan berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki (adanya hubungan antara pengetahuan lama dan baru, yang disebut hubungan penyimpulan)

Macam-macam penyimpulan
  1. Dari sudut bagaimana terjadinya
o   Penyimpulan langsung (intuitif)
è Tidak diperlukan pembuktian.
è Subjek = Predikat.
è Contoh  : tidak semua orang kurus = beberapa orang kurus.
o   Penyimpulan tidak langsung
è Diperoleh menggunakan term antara.
è Ada alasan kenapa subjek = predikat atau subjek tidak sama dengan predikat.
  1. Dari sudut isi dan bentuknya. Kesimpulan pasti benar kalau :
o   Premisnya benar dan tepat = sudut material.
o   Jalan pikirannya lurus (hubungan premis dan kesimpulan lurus) = sudut formal.
  1. Hukum-Hukum penyimpulan :
o   Jika premis benar, maka kesimpulan juga benar.
o   Jika premis salah, maka kesimpulan bisa salah bisa benar.
o   Jika kesimpulan salah, maka premis salah.
o   Jika kesimpulan benar, maka premis bisa benar bisa salah.
  1. Induksi dan Deduksi
o   Induksi
è Menyimpulkan pengetahuan umum dari pengetahuan khusus.
è Mengangkat hal individual ke tingkat universal.
o   Deduksi
è Menyimpulkan pengetahuan khusus ke pengetahuan umum.
è Memuat pengetahuan khusus secara implisit.
o   Induksi dan Deduksi selalu berdampingan dan saling memuat. Dalam proses memperoleh ilmu, induksi mendahului deduksi. Dalam logika, deduksi yang didahulukan.

Bab VII
SILLOGISME KATEGORIS
1.    Sillogisme adalah setiap penyimpulan, dimana dari dua keputusan (premis-premis) disimpulkan suatu keputusan yang baru (kesimpulan). Keputusan yang baru itu berhubungan erat sekali dengan premis-premisnya. Keeratannya terletak dalam hal ini : Jika premis-premisnya benar, dengan sendirinya atau tidak dapat tidak kesimpulannya juga benar.
2.     Ada dua macam sillogisme yaitu sillogisme kategoris dan sillogisme hipotesis.
-          Sillogisme kategoris adalah sillogisme yang premis-premis dan kesimpulannya berupa keputusan kategoris. Sillogisme ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu Sillogisme kategoris tunggal, karena terdiri atas dua premis dan Sillogisme kategoris tersusun, karena terdiri atas lebih dari dua premis.
-          Sillogisme hipotesis adalah sillogisme yang terdiri atas satu premis atau lebih yang berupa keputusan hipotesis. Dan sillogisme ini juga dapat dibedakan menjadi
·         Sillogisme (hipotesis) kondisional, yang ditandai dengan ungkapan : jika …, (maka) …;
·         Sillogisme (hipotesis) disyungtif, yang ditandai dengan ungkapan : atau ..., atau …;
·         Sillogisme (hipotesis) konyungtif, yang ditandai dengan ungkapan : tidak sekaligus … dan …

3.       Baiklah sillogisme kategoris tunggal dibicarakan secara khusus dahulu.
Sillogisme kategoris tunggal merupakan bentuk sillogisme yang terpenting. Sillogisme ini terdiri atas tiga term, yakni subyek (S), predikat (P) dan term-antara (M).
Biasanya sillogisme ini dibagankan sebagai berikut :
Setiap manusia dapat mati     M – P
                Budi adalah manusia                       S – M
                Jadi, Budi dapat mati                      S – P

4.       Ada hukum-hukum yang perlu ditepati dalam sillogisme kategoris. Hukum-hukum itu dibedakan dalam dua kelompok. Kelompok yang satu menyangkut term-term dan yang lainnya menyangkut keputusan-keputusan.

4.1   Yang menyangkut term-term
1. Sillogisme tidak boleh mengandung lebih atau kurang dari tiga term.
Misalnya :            Anjing itu menggonggong.
                        Binatang itu anjing.
                        Jadi bintang itu menggonggong.
2. Term-antara (M) tidak boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan.
3. Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis-premis.
Misalnya :             Anjing adalah makhluk hidup.
                        Manusia bukan anjing.
                        Jadi manusia bukan makhluk hidup.
4.       Term-antara (M) harus sekurang-kurangnya satu kali universal.
Misalnya:             Banyak orang kaya kikir.
                        Budi adalah seorang kaya.
                        Jadi Budi kikir.

4.2   Yang menyangkut keputusan-keputusan
1.       Jika kedua premis (yakni major dan minor) afirmatif atau positif, maka kesimpulannya harus afirmatif atau positif pula.
2.       Kedua premis tidak boleh negative.
Misalnya:             Batu bukan binatang.
                        Anjing bukan batu.
                        Jadi anjing bukan binatang.
3.       Kedua premis tidak boleh particular.
Sekurang-kurangnya satu premis harus universal.
Misalnya:             Ada orang kaya yang tidak tenteram hatinya.
                        Banyak orang jujur tenteram hatinya.
                        Jadi orang-orang kaya tidak jujur.
4.       Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah.
Keputusan particular adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan yang universal. Keputusan negative adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan yang afirmatif atau positif. Karena itu,
-          Jika salah satu premis particular, kesimpulan juga harus particular
-          Jika salah satu premis negative, kesimpulan juga harus negative;
-      Jika salah satu premis negative dan particular, kesimpulan juga harus negative dan particular. Kalau tidak, ada bahaya ‘latius hos’ lagi.
Misalnya:             Beberapa anak puteri tidak jujur.
                             Semua anak puteri itu manusia (orang).
                             Jadi beberapa manusia (orang) tidak jujur.
5. Susunan silogisme yang lurus
Silogisme yang baru dijelaskan tadi merupakan bentuk logis dari penyimpulan. Penyimpulan ini tersusun dari tiga term. Ketiga term itu adalah subyek, predikat dan term antara (M). Yang terakhir ini merupakan kunci silogisme.

5.1 Unsur-unsur yang terdapat di atas dapat dikombinasikan satu sama lain. Kalau dikombinasikan, terdapatlah susunan-susunan yang berikut:
•             Menurut tempat term-antara (M)
1. M – P                            2. P – M                                3. M – P                                4. P – M
                    S – M                     S – M                     M – S                     M – S
                    S – P                      S – P                      S – P                      S – P
5.2 Susunan yang pertama: P – M
                                                                S – M
                                                                S – P
•             Susunan ini merupakan susunan yang paling sempurna dan tepat sekali untuk suatu eksposisi yang positif.
•             Syarat-syaratnya ialah: premis minor harus afirmatif dan premis major universal.
•             Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah AAA, EAE, AII dan EIO (AAI dan EAO tidak lazim di sini).
•             Misalnya: AAA   : Semua manusia dapat mati.
Semua orang Indonesia adalah manusia.
Jadi, semua orang Indonesia dapat mati.
                                    (AAI) : Semua manusia dapat mati.
Semua orang Indonesia adalah manusia.
Jadi, beberapa orang Indonesia dapat mati.
EAE    : Semua manusia bukanlah abadi.
Semua orang Indonesia adalah manusia.
Jadi, semua orang Indonesia bukanlah abadi.
(EAO)                : Semua manusia bukanlah abadi.
Semua orang Indonesia adalah manusia.
Jadi, beberapa orang Indonesia bukanlah abadi.
AII      : Semua anjing menyalak.
Bruno adalah anjing
Jadi, Bruno menyalak.
EIO     : Tidak semua manusia pun adlah seekor harimau.
Beberapa hewan adalah manusia.
Jadi, beberapa hewan bukanlah harimau.


5.3 Susunan yang kedua : P – M
                                                   S – M
                                                   S – P
•             Susunan ini tepat sekali untuk menyusun suatu sanggahan. Susunan ini juga dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
•             Syarat-syaratnya ialah sebuah premis harus negative, premis major harus universal.
•             Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah : EAE, AEE, EIO dan AOO (EAO dan AEO tidak lazim di sini).
•             Misalnya: EAE    : Tidak ada kucing yang mempunyai sayap.
Semua burung mempunyai sayap.
Jadi, tidak ada burung yang adalah kucing.
(EAO)                : Tidak ada kucing yang mempunyai sayap.
Semua burung mempunyai sayap.
Jadi, seekor burung bukanlah kucing.
AEE    : Semua manusia berakal budi.
Kera tidak berakal budi.
Jadi, kera bukanlah manusia.
(AEO): Semua manusia berakal budi.
Kera tidak berakal budi.
Jadi, seekor kera bukanlah manusia.
EIO     : Semua manusia yang normal bukanlah ateis.
            Beberapa orang Indonesia adalah atheis.
            Jadi, beberapa orang Indonesia bukanlah manusia yang normal.
AOO  : Semua ikan dapat berenang.
Beberapa burung tidak dapat berenang.
Jadi, beberapa burung bukanlah ikan.

5.4 Susunan yang ketiga :             M – P
                                                                M – S
                                                                S – P
•             Susunan ini tidaklah sesederhana susunan yang pertama dan yang kedua. Karena itu janganlah susunan ini dipakai terlalu sering. Susunan ini juga bias dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
•             Syarat-syaratnya ialah : premis minor harus afirmatif dan kesimpulan particular.
•             Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah : AAI, IAI, AII, EAO, OAO dan EIO.
•             Misalnya : AAI   : Semua manusia berakal budi.
Semua manusia adalah hewan.
Jadi beberapa hewan berakal budi.
IAI    : Beberapa murid nakal.
Semua murid adalah manusia.
Jadi, beberapa manusia (adalah) nakal.
AII    : Semua mahasiswa adalah manusia.
Beberapa mahasiswa (adalah) pandai.
Jadi, beberapa manusia (adalah) pandai.
EAO : Semua manusia bukanlah burung.
Semua manusia adalah hewan.
Jadi beberapa hewan bukanlah burung.
OAO                : Beberapa ekor kuda tidak ada gunanya.
Semua kuda adalah binatang.
Jadi, beberapa binatang tidak ada gunanya.
EIO                   : Tidak ada seorang manusia pun mempunyai ekor.
Beberapa manusia berbadan kekar.
Jadi, beberapa orang yang berbadan kekar tidak mempunyai ekor.

5.5 Susunan yang keempat : P – M
                                                                M – S
                                                                S – P
•             Susunan ini tidak lumrah dan hampir tidak pernah dipakai. Karena itu susunan ini sebaiknya disingkirkan saja. Susunan ini dengan mudah dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama.
•             Syarat-syaratnya ialah :
•             Apabila premis major afirmatif, premis minor harus universal;
•             Apabila premis minor afirmatif, kesimpulan harus particular;
•             Apabila salah satu premis negative, premis major harus universal.
•             Karena itu kombinasi – kombinasi yang mungkin ialah : AAI, AEE, IAI, EAO dan EIO (AEO tidak  lazim di sini).
Misalnya:             AAI:       Semua manusia adalah hewan.
                                                Semua hewan dapat mati.
                                                Jadi, berberapa yang dapat mati adalah manusia.
                                AEE:       Semua orang sombong (adalah) keras kepala.
                                                Tidak ada seorang yang keras kepala pun disenangi orang.
                                                Jadi, yang tidak disenangi orang adalah orang sombong.
                                IAI:         Berberapa orang kaya(adalah) licik.
                                                Semua yang licik adalah manusia.
Jadi, berberapa manusia adalah orang kaya.
EAO:      Tidak ada bangsat yang disayangi.
Semua yang disayangi adalah yang baik tingkah laukunya.
Jadi, berberapa yang baik tingkah lakunya bukanlah bangsat.
EIO:        Tidak ada mahasiswa bodoh yang bias lulus.
Berberapa yang lulus (adalah) rajin.
 Jadi, berberapa yang rajin bukanlah mahasiswa yang bodoh.
(AEO): Semua yang cinta akan tanah air Indonesia (adalah) cinta akan Pancasila.
 Tidak ada seorangpun yang cinta akan Pancasila mempropagandakan kekerasan.
 Jadi, berberapa orang yang mempropagandakan kekerasan tidak cinta akan tanah air Indonesia.
6. Silogisme tersusun
Ada berberapa silogisme yang disebut silogisme tersusun. Silogisme- silogisme itu ialah:
6.1. Epicherema
Epicherema adalah silogisme yang salah satu premisnya atau juga kedua-duanya disambung dengan pembuktiannya. Silogisme ini juga disebut dengan suatu premis kausal.
Misalnya              : Setiap pahlawan itu agung, karena pahlawan adalah orang yang berani mengerjakan hal- hal yang mengatasi tuntutan kewajibanya.
Jenderal Sudirman adalah seorang pahlawan.
Jadi, jenderal Sudirman adalah agung.

6.2. Enthymema
Enthymema adalah silogisme yang salah satu premisnya atau kesimpulanya dilampaui. Juga disebut silogisme yang dipersingkat .
Misalnya              : Jiwa manusia adalah rohani.
Jadi, tidak akan mati.


Kalau dijabarkan menjadi silogisme yang lengkap, silogisme tersusun begini:
                                Yang rohani itu tidak dapat (akan) mati.
Jiwa manusia adalah rohani.
Jadi, jiwa manusia tidak dapat (akan) mati.
6.3. Polysillogisme
Polysillogisme adalah suatu deretan sillogisme.
Misalnya              : Seorang, yang menginginkan lebih daripada yang dimilikinya, merasa tidak puas.
Seorang yang rakus, adalah seorang yang menginginkan lebih daripada yang dimilikinya.
Jadi seorang yang rakus merasa tidak puas.
Seorang yang kikir adalah seorang yang rakus.
Jadi, seorang yang kikir merasa tidak puas.
Budi adalah seorang yang kikir. Jadi, Budi merasa tidak puas.
6.4. Sorites
Sorites adalah suatu macam polysillogisme, suatu deretan sillogisme. Sillogisme itu terdiri atas lebih dari tiga keputusan.
Misalnya              : Orang yang tidak mengendalikan keinginannya, menginginkan seribu satu amacam barang.
                                Orang yang menginginkan seribu satun macam barang, banyak sekali kebutuhannya.
                                Orang yang banyak sekali kebutuhannya, tidak tenteram hatinya.
                                Jadi, orang yang tidak mengendalikan keinginannya, tidak tenteram hatinya.
Bab VIII
BAB VIII SILOGISME HIPOTETIS
1. Sillogisme Hipotetis
Sillogisme hipotetis terdiri atas sillogisme (hipotetis) kondisional, sillogisme (hipotetis) disyungtif dan sillogisme (hipotetis) kongyungtif.
1.1.             Sillogisme (hipotetis) kondisional
Silogisme ini adalah  sillogismeyang permis majornya berupa keputusan kondisional. Bagian keputusan kondisional yang mengandung syarat disebut antecedens. Dan bagian keputusan yang mengandung apa yang disyaratkan disebut consequens. Yang merupakan inti keputusan kondisional ialah hubungan antara antecedens dan consequensnya. Karena itu, keputusan kondisional benar, kalua hubungan bersyarat yang dinyatakan di dalamnya benar. Keputusan itu salah, kalua hubungan itu tidak benar.
1.2.             Selanjutnya di sini disajikan hukum-hukum  silogisme (hipotesis) tradisonal itu  bunyinya :
1.       Kalau antecedensnya benar  (dan hubungannya lurus) maka consequens (kesimpulan) nya  juga benar.
2.       Kalau consequens (kesimpulan) salah (dan hubungannya lurus), maka antecendensnya juga salah
Artinya, premis major sesuatu sillogisme kondisional merupakan suatu  keputusan kondisional yang benar. Premis major itu, misalnya berbunyi ‘Jika hujan, Aku tidak pergi’. Anedecensnya adalah ‘jika hujan’, consequencenya adalah ‘aku tidak pergi’.
2. Sillogisme (hipotetis) disyungtif
Silogisme ini adalah  silogisme yang premis major terdiri dari keputusan disyungtif. Premis minor mengakui atau memungkiri salah satu kemungkinan yang sudah di sebut dalam premis major. Kesimpulan mengandung kemungkinan yang lain. Kesimpulan mengandung yang lain.
2. 1.        Sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti sempit
Sillogisme ini hanya mengandung dua kemungkinan, tidak lebih dan tidak kurang. Keduanya tidak dapat sama-sama benar. Tidak ada kemungkinan yang ketiga. Misalnya:
Ia masuk atau tidak masuk (= tinggal di luar)
Ia masuk
Jadi, Ia tidak masuk (= tidak tinggal di luar)
2.2.         Sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti yang luas.
Dalam sillogisme ini terdapat dua kemungkinan yang harus di pilih tetapi kedua kemungkinan ini dapat sama-sama benar juga. Jika kemungkinan yang satu benar, kemungkinan yang lain mungkin benar juga. Misalnya :
Dialah yang pergi atau saya (premis major disyungtif dalam arti yang luas).
Dia pergi.
Jadi, (tidak dapat disimpulkan bahwa ‘saya tidak pergi’)
2.3.         Sillogisme (disyungtif) dalam arti sempit nampak dalam dua corak.
Corak yang satu ialah mengakui satu bagian disyungsi dalam premis minor. Bagian yang lainnya dimungkiri dalam kesimpulan. Corak ini disebut ‘modus ponendo pollens’. Misalnya:
Mobil kita diam atau bergerak (tidak diam) 
Karena diam, jadi tidak bergerak (tidak tidak diam)
3. Sillogisme (hipotetis) konyungtif
Sillogisme ini adalah sillogisme yang premis majornya berupa keputusan konyungtif. Keputusan konyungtif adalah keputusan di mana persesuaian beberapa predikat untuk satu subyek disangkal. Supaya keputusan itu sungguh konyungtif dituntut supaya antara predikat ada perlawanan. Misalnya: 'Budi tidak mungkin sekaligus bergerak dan beristirahat'. Sillogisme ini bisa nampak dalam dua kemungkinan.
1.       Kemungkinan yang pertama disebut afirmatif-negatif: Premis minor afirmatif dan kesimpulannya negative. Misalnya:
Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan hitam.
Kartu itu putih.
Jadi, kartu itu bukan hitam.
2.       Kemungkinan yang kedua disebut negatif-afirmatif: Premis minor negatif dan kesimpulannya afirmatif. Misalnya:
Kartu tidak mungkin sekaligus putih dan hitam.
Kartu itu tidak putih.
Jadi, kartu itu hitam.
4. Dilemma
4.1. Dilemma dalam arti yang sempit merupakan suatu pembuktian.
Dalam pembuktian itu ditarik kesimpulan yang sama dari dua atau lebih dari dua keputusan disyungtif. Di dalamnya dibuktikan bahwa dari setiap kemungkinan niscaya ditarik kesimpulan yang tidak dikehendaki. Dengan demikian 'lawan' dipojokkan. Pemojokan itu terjadi dengan menghadapkannya pada suatu alternatif. Tetapi setiap alternatif menjurus kepada kesimpulan yang sama.
4.2. Ada persamaan antara dilemma dalam arti yang sempit dan sillogisme (hipotetis) disyungtif. Baik sillogisme (hipotetis) disyungtif maupun dilemma mulai dengan keputusan disyungtif. Namun kedua juga berbeda satu sama lain. Prosedur dilemma berbeda dari prosedur silogisme (hipotetis) disyungtif. Premis minor dilemma menunjukkan bahwa bagian mana pun yang dipilih oleh 'lawan', 'lawan' itu tetap salah. Padalal dalam sillogisme (hipotetis) disyungtif dalam arti sempit hanya ada satu kemungkinan saja yang benar. Tidak dapat kedua duanya benar. Pilihan menentukan mana bagian yang benar mana bagian yang tidak benar.
Dalam arti yang luas, dilemma berarti setiap situasi di mana kita harus memilih dari antara dua kemungkinan. Kedua kemungkinan itu mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak. Konsekuensi-konsekuensi yang tidak enak ini menyebabkan pilihan menjadi sukar.
4.3. Hukum-hukum dilemma dalam arti sempit :
1.       Keputusan disyungtif haruslah lengkap atau utuh. Artinya semua kemungkinan harus disebut. Tiap-tiap bagan harus sungguh selesai, habis atau tuntas sehingga tidak ada kemungkinan Yang lain lagi.
2.       Konsekuensinya haruslah lurus. Artinya haruslah disimpulkan secara lurus dari tiap-tiap bagian.
3.       Kesimpulan yang lain tidak mungkin, Artinya, kesimpulan tersebut merupakan satu-satunya kesimpulan yang mungkin ditarik.

Bab IX 
Asas
Azas pemikiran adalah pengetahuan darimana pengetahuan yang lain tergantung dan dimengerti.
Azas-azas dapat dibedakan menjadi dua yaitu,  asas primer dan asas sekunder
A.      Azas primer
Azas ini mendahului azas-azas lainnya. Azas ini juga tidak tergantung pada azas-azas lain. Azas primer berlaku untuk segala sesuatu yang ada, termasuk logika.
Azas azas ini dibedakan menjadi:
1.       Azas identitas (principium identitas)
Azas ini merupakan dasar dari semua pemikiran. Azas ini nampak dalam pengakuan bahwa benda ini adalah benda ini dan bukan bendalainnya, atau benda itu adalah benda itu bukan bendalainnya. Dalam logika pernyataan iniberarti; apabila sesuatu diakui, semua kesimpulan yang lain yang ditarik dari pengakuan itu juga harus diakui. Apabila sesuatu diakui, lalu kesimpulan yang ditarik daripadanya dimungkiri, hal itu menyatakan bahwa pengakuan tadi di batalkan lagi. Tidak dapat sesuatu diakui dan serentak pula dimungkiri.
2.       Azas kontradiksi (principinum contradictionis)
Azas ini merupakan perumusan negative dari azas identitas.Dalam logika hal ini berarti: menaati azas identitas dengan menjauhkan diri dari azas kontradiksi. Atau, tidak boleh membatalkan atau memungkiri begitu saja sesuatu yang sudah diakui
3.       Azas penyisihan kemungkinan yang ketiga (principinum tertiiexclusi)
Azas ini menyatakan bahwa kemungkinan ketiga tidak ada. Artinya, jikalau ada dua keputusan yang kontradiktoris, pastilah salah satu dari antara yang salah. Sebab, keputusan yang satu merobohkan keputusanlainnya.tidak mungkin kedua-duanya sama-sama benar atau sama-sama salah,
4.       Azas alasan yang mecukupi (principinumrationissufficientis)
Azas ini menyatakan bahwa sesuatu yang ada mempuanyai alasan yang cukup untuk adanya. Bukan hanya sesuatu tapi segala sesuatu mempunyai alasan yang cukup untuk adanya. Segala sesuatu itu dapat dimengerti. Tetapi janganlah memperluas penerapan azas ini pada semya yang ada.Penerpan itu juga tak boleh dikenakan pada sesuatu yang hanya itu satu saja. Sebab tidak semua kenyataan dapat dimengerti dengan cara yang memadai. Pikiran manusia sangatlah terbatas.

B.      Azas-azas sekunder
Azas ini meupakan pengkhususan dari azasazas primer tadi. Azas-azas ini dapat dipandang dari sudut isinya dan dari sudut luasnya.
1.       Dari sudut isinya terdapat ;
·         Azas kesesuaian (pricipium convenientiae)
Azas ini menyatakan bahwa ada dua hal yang sama, salah satu dari antaranya sama dengan hal yang ketiga. Dengan demikian hal yang lain itu juga sama dengan hal yang ketiga tadi.
·         Azas ketidaksesuaian (principium inconvenientiae) 
Azas ini juga menyatakan bahwa ada dua hal yang sama. Tetapi salah satu diantaranya tidak sama dengan hal yang ketiga. Dengan demikian hal yang lain itu juga tidak sama dengan yang ketiga tadi.
2.       Dari sudut luasnyat erdapat:
·         Azas dikatakan tentang semua (principium dictum de omni)
Apa yang secara universal diterapkan pada seluruh lingkungan suatu pengertian (subyek), juga boleh diterapkan pada semua bawahannya.
·         Azas tidak dikatakan tentang mana pun juga (principium dictum denullo)
Apa pun yang secara universal tidak dapat diterapkan pada suatu pengertian (subjek), juga tidak dapat diterapkan pada semua bawahannya.

Azas-azas ini tidak bisa tidak mempunyai konsekuensinya. Konsekuensinya menyentuk baik penyimpulan pada umumnya, maupun penyimpulan ‘modal’.
1.       Untuk penyimpulan pada umumnya
·         Yang sesuai dengan antecedens (dalam penyimpulan yang lurus), juga sesuai dengan konsekuen (kesimpulan). Tetapi sebaliknya, tidak pasti. Sebab, dari premis-premis yang salah secara kebetulan bisa ditarik kesimpulan yang benar.
·         Yang tidak sesuai dengan antecedens, juga tidak sesuai dengan kesimpulan. Sebaliknya, tidakpasti.
2.       Untuk penyimpulam ‘modal’
·         Premis yang mutlak juga mengahsilkan kesimpulan yang mutlak. Tetapi kesimpulan yang mutlak dapat berasal dari premispremis yang mutlak atau yang kebetulan.
·         Premis yang mustahil dapat mengahasilkan kesimpulan yang benar atau salah
·         Dari ‘ada’nya boleh ditarik kesimpulan tentang ‘mungkin’ nya. Sebaliknya (dari ‘mungkin’ nyake ‘ada’nya). Tidakboleh
·         Dari ‘tidak-mungkin’nya boleh ditarik kesimpulan tentang ‘tidak-ada’nya. (dari ‘tidak-ada’nyake ‘tidak-mungkin’nya), tidak boleh.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar